Manual Material Handling / MMH aktivitas pemindahan material secara manual. MMH memiliki keunggulan dalam hal fleksibilitas yang tinggi dan murah dibandingkan dengan alat transportasi (alat bantu pemindahan material) lainnya. Kelebihan MMH bila dibandingkan dengan penanganan material menggunakan alat bantu adalah pada fleksibilitas gerakan yang dapat dilakukan untuk beban-beban ringan. Akan tetapi aktivias MMH dalam pekerjaan-pekerjaan industri banyak diidentifikasi beresiko besar sebagai penyebab penyakit tulang belakang (low back pain) akibat dari penanganan material secara manual yang cukup berat dan posisi tubuh yang salah dalam bekerja. Faktor lain yang dapat menyebabkan penyakit ini adalah beban kerja yang berat, postur kerja yang salah dan pengulangan pekerjaan yang tinggi, serta adanya getaran terhadap keseluruhan tubuh.
Faktor-faktor yang dapat menimbulkan adanya gangguan pada tubuh manusia jika pekerjaan berat dilakukan secara terus menerus akan berakibat buruk pada kondisi kesehatan pekerja terutama dalam jangka waktu panjang. Kegiatan (MMH) beresiko terjadinya (MSDs). Gangguan muskuloskeletal adalah cedera pada otot, urat syaraf, urat daging, tulang, persendian tulang, tulang rawan yang disebabkan oleh aktivitas kerja. Dari BLS (Bureau Labor Statistics) melaporkan bahwa angka kecelakaan muskuloskeletal saat pengangkatan beban mencapai 52% ; kegiatan mendorong atau menarik mencapai 13% ; kegiatan membawa mencapai 10% ; gerakan berulang mencapai 13% ; dan lain-lainnya mencapai 12%.
Salah satu prinsip perancangan sistem kerja dalam aktivitas MMH adalah menjaga posisi pinggul dan bahu lurus atau segaris ketika melakukan aktivitas MMH. Hal ini untuk menjaga pembebanan pada punggung tetap sedikit, karena jarak antar pusat beban dengan tubuh dekat sehingga momen dihasilkan relatif kecil. Usaha untuk meminimumkan cidera tulang belakang dan mengurangi biaya kompensasi telah dilakukan dengan memberi instruksi cara mengangkat beban yang aman. Pencegahan risiko cidera dalam mengangkat beban menjadi sangat penting untuk menjaga kesehatan pekerja di industri. Para praktisi merekomendasikan bahwa teknik squat dianggap lebih aman dibandingkan teknik stoop. Teknik stoop telah dihindari karena diyakini mengakibatkan resiko cidera yang lebih besar selama mengangkat beban. Beberapa hasil penelitian mendukung hipotesis ini.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari dan membandingkan teknik squat dan teknik stoop dalam mengangkat beban melalui analisis tingkat aktivasi otot menggunakan Surface Electromyography (SEMG) dengan sistem telemetri. Unit peralatan terdiri dari komputer, perekam, penerima, unit transmisi, amplifier, elektrode, dan kabel-kabel penghubung, seperti ditunjukkan pada Gambar 3. Cara ini adalah teknik untuk mengevaluasi dan mencatat signal aktivasi otot. SEMG mendeteksi potensial listrik yang dihasilkan oleh sel-sel otot ketika sel-sel tersebut sedang berkontraksi. SEMG memegang peranan yang sangat penting dalam memahami fungsi otot. Analisis ergonomi sering menggunakan SEMG ketika membandingkan tekanan otot skeletal yang berhubungan dengan berbagai macam sikap kerja, postur, layout tempat kerja, dan desain peralatan.
Teknik squat ditandai dengan posisi awal sudut lutut 45 derajat dan punggung ke depan dengan sudut lebih kecil dari 30 derajat. Pemegangan dilakukan dengan menekuk kaki, sementara punggung dijaga tetap lurus dan aksi pengangkatan utama terjadi sebagai hasil melurusnya lutut yang dikenal dengan mengangkat dengan kaki (leg lift) seperti gambar dibawah ini
Teknik stoop dicirikan dengan posisi awal punggung membungkuk sekitar 90 derajat dan sudut lutut lebih besar dari 35 derajat. Lutut dijaga lurus, sementara pinggang dan lengan ke arah depan untuk memegang benda. Pengangkatan dilakukan dengan meluruskan daerah lumbar tulang belakang dan sendi pinggul, cara ini dikenal dengan mengakat dengan pinggang (back lift) seperti gambar dibawah ini
Cara penelitian dengan subyek enam relawan laki-laki dengan umur antara 20-30 tahun dan tidak pernah mengalami keluhan tulang belakang, atau kondisi patologi pada lutut.
Sebelum pemasangan elektrode, lokasi kulit tempat menempelnya elektrode digosok dengan amplas khusus kemudian dibersihkan dengan alkohol untuk mengurangi tahanan kulit agar terjadi kontak permukaan yang baik. Selanjutnya dilakukan pengambilan data maximum voluntary contraction (MVC) terhadap otot yang menjadi sasaran penelitian dalam hal ini adalah otot multifidus, otot rectus femoris, dan otot biceps femoris. Ketiga jenis otot ini terpapar saat melakukan gerakan mengangkat beban baik dengan teknik squat maupun dengan teknik stoop. Subjek diinstruksikan memegang kotak pada pegangan yang ada pada kedua sisinya secara simetris. Kotak yang dipakai berdimensi 39 cm x 27 cm x 23 cm (panjang x lebar x tinggi). Kotak diletakkan 10 cm di depan ibu jari kaki, sehingga kotak tidak menyentuh kaki ketika diangkat. Subjek melaksanakan angkatan dengan teknik squat dan stoop dari lantai sampai setinggi lutut dalam waktu 5 detik.
Percobaan dilakukan dengan dua variasi pembebanan yaitu beban dengan berat 1,7 kg yang merupakan berat kotak dalam keadaan kosong, dan beban dengan berat 6,7 kg, yaitu berat kotak ditambah berat piringan baja 5 kg. Sinyal EMG direkam dan diolah menggunakan fungsi root mean square (RMS). Setiap aktivasi otot dinormalisasikan terhadap hasil percobaan MVC-nya. Dari hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa teknik squat dan teknik stoop memiliki peluang yang sama untuk digunakan dalam megangkat beban, trutama beban ringan sampai dengan beban sedang. Untuk mengangkat beban yang berat disarankan menggunakan teknik squat.
Sumber :
Jurnal Teknik Industri, Vol. 15, No. 1, Juni 2013, 33-38 DOI: 10.9744/jti.15.1.33-38. ISSN 1411-2485 print / ISSN 2087-7439 online - Teknik Squat dan Stoop Menggunakan Electromyography pada
Pekerjaan Manual Materials Handling. I Wayan Surata
0 komentar:
Posting Komentar